Sabtu, 04 Agustus 2012

Pupuh Raehan Munculkan Semangat Baru Belajar Pupuh

”AYA warung sisi jalan
rame pisan Citameng,
awewena luas luis
geulis pisan ngagoreng,
lalakina lalakina los ka pipir
nyoo monyet nyangereng”

Demikian sebuah pupuh yang secara bergantian dilantunkan ratusan siswa dari 22 sekolah dasar, peserta pasanggiri pupuh tingkat Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya.


Lirik tersebut bisa jadi sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Sunda, terutama para pecinta seni daerah. Ya, kata-kata tersebut adalah lirik dari pupuh balakbak. Namun, ada yang berbeda dari cara pupuh tersebut dibawakan. Biasanya pupuh dibawakan solo dan diiringi kecapi dengan ketukan yang tidak teratur.



Kali ini pupuh dinyanyikan berkelompok serta diiringi musik dengan ketukan teratur. Jenis pupuh ini dinamakan pupuh raehan. Yusuf Wiradiredja, pencipta pupuh raehan mengatakan, pupuh ini merupakan kolaborasi dari seni sunda buhun dengan seni modern.

”Aturan-aturannya tetap menggunakan aturan pupuh buhun, tetapi cara membawakannya berbeda,” papar dosen karawitan STSI Bandung yang akrab disapa Yus baru-baru ini. Yus menambahkan, pupuh yang biasanya dibawakan solo sekarang dapat dibawakan secara berkelompok dengan pembagian suara tertentu yang dapat menciptakan harmoni yang indah.

Disinggung tentang pro dan kontra terhadap pupuh ini, Yus mengatakan hal itu sudah biasa terjadi. ”Yang jelas tujuan saya menciptakan pupuh ini adalah untuk menarik minat para generasi muda untuk mempelajari seni pupuh ini,” ungkapnya.

Sementara ini, ada 9 dari 17 yang digubah kedalam pupuh raehan, salah satunya pupuh balakbak. Selain menggubah pupuh lama ke dalam pupuh raehan, Yus juga telah menciptakan satu pupuh bernama pupuh priangan.

Pasanggiri
Agar pupuh ini lebih memasyarakat, diadakan pasanggiri pupuh raehan antar sekolah. Salah satunya yang diadakan UPTD Kecamatan Cibeureum dalam acar Apresiasi Basa, Sastra, jeung Seni Sunda. ”Tujuannya, ya, untuk memperkenalkan, memelihara, serta melestarikan kebudayaan daerah yaitu budaya Sunda,” kata Asep Awaludin salah satu juri dalam pasanggiri pupuh tersebut.

Selain pasanggiri pupuh, diselenggarakan pula lomba lainnya seperti lomba dongeng, sajak, dan biantara yang dibawakan dalam bahasa Sunda. Tentang raehan, Asep yang juga guru di SD Cibeureum 1, mengatakan, dengan adanya pupuh jenis baru ini, pupuh kini tidak terkesan tua. ”Pupuh lama tetap harus dipertahankan, tetapi bukan berarti menghambat munculnya pupuh baru,” ujarnya.

Iwa Nugraha juri lain dalam pasanggiri pupuh tersebut menambahkan, dengan adanya pupuh raehan, memunculkan semangat pada para siswa untuk belajar pupuh.

”Pupuh ini bisa membantu untuk memperkenalkan pupuh pada siswa dengan tidak membuat siswa bosan untuk mempelajarinya,” ungkapnya. Rencananya, pada bulan April mendatang para pemenang pasanggiri pupuh tingkat kecamatan akan dilombakan pada kegiatan serupa untuk tingkat Kota Tasikmalaya dan selanjutnya dipertandingkan pula di tingkat provinsi Jawa Barat.

”Tahun lalu Kecamatan Cibeureum mampu menjuarai pasanggiri pupuh tingkat kota Tasikmalaya, bahkan hingga tingkat provinsi. Semoga tahun ini prestasi tersebut dapat dipertahankan,” pungkas Iwa. (Rachmi)***

(diterbitkan di Harian Umum Kabar Priangan, lihat: http://www.kabar-priangan.com/news/detail/3634)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar